PENDIDIKAN

Mewujudkan "Kurikulum Cinta" di MAN 1 Jembrana: Dari Konsep Menuju Aksi Nyata

Oleh: Drs. Saras Mawantyo, M.Pd. | Kepala MAN 1 Jembrana
Kategori: Opini Pendidikan, Pengembangan Madrasah
#KurikulumCinta #PendidikanKarakter #MAN1Jembrana #PenguatanSDM #YudiLatif

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Saya, Drs. Saras Mawantyo, M.Pd., selaku Kepala MAN 1 Jembrana, dengan penuh semangat ingin berbagi sebuah gagasan yang sedang hangat diperbincangkan di dunia pendidikan kita, khususnya di lingkungan Kementerian Agama. Gagasan tersebut adalah "Pendidikan dan Kurikulum Cinta" yang dicetuskan oleh Bapak Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasarudin Umar.

Konsep ini bukan sekadar wacana. Ia adalah sebuah jawaban atas kegelisahan kita bersama terhadap pendidikan yang kadang terasa kering akan nilai-nilai humanis, terfokus pada angka-angka, dan mengabaikan pembangunan jiwa. Lantas, apa makna "Kurikulum Cinta" dan bagaimana kita di MAN 1 Jembrana dapat mewujudkannya?

Memaknai "Kurikulum Cinta" Lebih Dalam

"Kurikulum Cinta" bukanlah mata pelajaran baru yang akan kita tambahkan ke dalam jadwal. Ia adalah paradigma dan pendekatan yang menempatkan cinta sebagai nilai sentral dalam seluruh proses pendidikan atau disebut sebagai "the pedagogy of love".

Dalam konteks ini, "cinta" yang dimaksud memiliki dimensi yang luas:

  1. Cinta kepada Ilmu Pengetahuan: Menumbuhkan rasa ingin tahu, kegembiraan dalam belajar, dan apresiasi terhadap keindahan setiap disiplin ilmu.
  2. Cinta kepada Sesama dan Lingkungan: Menumbuhkan empati, rasa hormat, toleransi, kepedulian, dan sikap gotong royong di dalam dan luar kelas.
  3. Cinta kepada Tanah Air dan Budaya: Memperkuat jati diri sebagai warga negara Indonesia yang mencintai keberagaman dan berkontribusi untuk negeri.
  4. Cinta kepada Sang Pencipta: Menjadi pondasi utama di mana semua cinta bersumber, mengintegrasikan iman dan taqwa dalam setiap aktivitas belajar.

Implementasi "Kurikulum Cinta" di MAN 1 Jembrana: Sebuah Rencana Aksi

Sebagai kepala madrasah, saya memandang konsep ini sebagai kompas untuk pengembangan madrasah kita. Berikut adalah beberapa langkah konkret yang dapat kita lakukan bersama:

1. Transformasi Peran Guru: Dari Instruktur Menuju Fasilitator yang Berhati

Penguatan SDM guru adalah kunci utama. Kita akan fokus pada:

  • Pendekatan Personal: Guru didorong untuk mengenal peserta didiknya secara personal—memahami potensi, minat, bahkan kesulitan mereka.
  • Pembelajaran yang Memanusiakan: Mengurangi praktik pembelajaran yang menekan dan menakutkan, menggantinya dengan metode yang partisipatif, dialogis, dan menyenangkan.
  • Guru sebagai Teladan (Usawatun Hasanah): Perilaku guru yang penuh kasih sayang, adil, dan santun akan menjadi kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yang paling efektif.

2. Merancang Pembelajaran yang Kontekstual dan Berempati

Kurikulum kita harus hidup dan relevan.

  • Proyek Berbasis Cinta: Memasukkan proyek kolaboratif seperti "Jelajah Budaya Jembrana", service learning (belajar dengan melayani) ke panti asuhan, atau kampanye pelestarian lingkungan.
  • Integrasi Nilai-Nilai: Dalam setiap mata pelajaran, baik sains, matematika, sejarah, maupun agama, guru dapat menyisipkan nilai cinta—misalnya, cinta pada kejujuran dalam sains, cinta pada keindahan dalam seni, atau cinta pada keseimbangan dalam ekosistem.

3. Menciptakan Iklim Madrasah yang Penuh Cinta dan Rasa Aman

Lingkungan madrasah harus menjadi ruang yang nyaman bagi seluruh warga madrasah untuk tumbuh.

  • Menghapus Bullying dan Kekerasan: Dengan tegas dan konsisten menciptakan madrasah bebas dari segala bentuk perundungan, baik fisik maupun verbal.
  • Menguatkan Program Bimbingan Konseling: Membimbing siswa tidak hanya untuk masalah akademik, tetapi juga masalah psikologis dan sosial.
  • Menata Ruang Fisik: Menata kelas dan lingkungan madrasah agar hijau, bersih, indah, dan inspiratif, sehingga mencerminkan cinta kita pada keindahan dan kenyamanan.

4. Kemitraan dengan Orang Tua dan Masyarakat

Pendidikan cinta tidak bisa berjalan sendiri. Kita akan memperkuat jembatan komunikasi dengan orang tua/wali dan masyarakat, menjadikan mereka mitra sejati dalam menumbuhkan karakter anak didik kita.

Refleksi Penutup

"Kurikulum Cinta" pada hakikatnya adalah upaya kita untuk memulangkan hati dalam proses pendidikan. Ia adalah ikhtiar untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual (IQ), tetapi juga cerdas secara emosional (EQ) dan spiritual (SQ).

Perjalanan ini tidak akan mudah dan membutuhkan komitmen dari kita semua—para guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan tentu saja, siswa-siswi kami yang tercinta. Namun, saya yakin, dengan niat tulus dan kolaborasi, MAN 1 Jembrana dapat menjadi contoh madrasah yang tidak hanya unggul dalam prestasi akademik, tetapi juga menjadi taman yang penuh kasih untuk menumbuhkan generasi berakhlak mulia.

Mari kita mulai dari hal-hal kecil. Mari kita tersenyum dan menyapa dengan tulus. Mari kita dengarkan keluh kesah anak didik kita dengan hati. Dari situlah kurikulum cinta akan hidup dan bersemi.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Drs. Saras Mawantyo, M.Pd.
Kepala MAN 1 Jembrana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar